oleh: Kiai Ma’ruf Khozin
(Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur)
FIKRAH — Lembaga Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) Nahdlatul Ulama (NU) Center, PWNU Jawa Timur menggelar diskusi terkait kitab karya KH Ahmad Dahlan. Kitab berhuruf pegon itu, berjudul “Pasalatan Manut Panitipun Majlis Tarjih Muhammadiyah Kawedalan Dening Ngaisyiah Dhaerah Surakarta”.
Bagaimana mengenai hal itu, berikut catatan Ust Ma’ruf Khozin, direktur Aswaja NU Center Jawa Timyur:
Meski keduanya lebih banyak kesamaan dalam beragama dan bernegara namun keduanya memiliki khashaish (karakteristik) yang berbeda. Sehingga terlalu prematur jika disimpulkan Muhammadiyah adalah NU atau sebaliknya, dengan dalih satu dokumen yang bersifat dinamis dan dapat berubah dari masa ke masa.
Sebenarnya ada banyak ormas Islam yang lebih mirip dengan NU seperti Nahdlatul Wathan, Al-Washliah, Al-Khairat, Perti dan lainnya, namun kita tidak pernah memberi kesimpulan bahwa Nahdlatul Wathan adalah NU.
Otoritas dalam masalah keagamaan di Muhammadiyah adalah Majelis Tarjih dan Tajdid (di NU adalah Bahtsul Masail dan MUI adalah Komisi Fatwa). Memang ditemukan sebuah data dari ahli Filolog Unair Ust Menachem Ali, bahwa dalam dokumen berbahasa Jawa dengan aksara Jawa (kalau di pesantren NU Arab Pegon) yang berbunyi: “Pasalatan Manut Panitipun Majlis Tarjih Muhammadiyah Kawedalan Dening Ngaisyiah Dhaerah Surakarta”. Artinya kurang lebih: “Tata cara Salat mengikuti keputusan Majlis Tarjih Muhammadiyah yang dikeluarkan oleh Aisyiyah Daerah Surakarta”.
Di halaman 19 terdapat doa Qunut. Dari sini ada indikasi kuat bahwa Majelis Tarjih Muhammadiyah dahulu pernah mengeluarkan tuntunan Salat dengan pakai Qunut. Akan tetapi di tahun-tahun berikutnya Majelis Tarjih Muhammadiyah secara ijtihad kolektif memilih pendapat yang tidak ada Qunutnya.
Masalah Qunut ini sebenarnya bukan penentu seseorang disebut NU atau Muhammadiyah, sebab Qunut atau tidak Qunut tidak membatalkan Salat Subuh. Santri NU yang tidak Qunutpun bukan berarti keluar dari NU. Apa ada orang NU tidak Qunut? Ada, yaitu saat Salat Subuh kesiangan, biasanya akan malu kalau pakai Qunut karena ketahuan bangun tidur telat.
Dan saya selalu bersyukur kepada Allah karena dalam kehidupan nyata saya banyak berinteraksi dengan ustaz-ustaz Muhammadiyah. Di MUI selama lebih dari 5 tahun saya mengambil ilmu dari Ust Imanan. Di Dinas Sosial saya banyak belajar dari Ust Saifuddin Zaini ketika memberi pelatihan pemulasaraan jenazah untuk para Modin di Surabaya. Dan di FKUB saya banyak berdiskusi dengan Pak Andi Hariyadi dan Pak Aqib Az Zarnuji — keduanya kader Muhammadiyah Kota Surabaya.
Kami haturkan jazakumullah Khoiron katsiron kepada semua pihak yang hadir dan telah berbagi ilmu untuk saling menambah pengetahuan dan mempererat persaudaraan.
Leave a Reply